Jakarta - Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) mendukung keterlibatan Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopsusgab) untuk membantu Polri memberantas aksi terorisme. Kehadiran Koopsusgab dipercaya dapat menambah kekuatan Polri dalam memberantas teroris di Indonesia.
"Kami percaya Polri dan TNI akan selalu melindungi masyarakat. Kehadiran Koopssusgab tentu akan membuat kekuatan luar biasa," kata Direktur Eksekutif Lemkapi Edi Hasibuan dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (17/5/2018).
Edi berkeyakinan, dengan adanya Koopsusgab ini, pemberantasan terorisme akan semakin mudah. Apalagi, polisi punya keterbatasan wewenang dalam memberantas tindak pidana terorisme yang diatur dalam UU No 15 Tahun 2003
"Kami percaya Polri dan TNI akan selalu melindungi masyarakat. Kehadiran Koopssusgab tentu akan membuat kekuatan luar biasa," kata Direktur Eksekutif Lemkapi Edi Hasibuan dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (17/5/2018).
Edi berkeyakinan, dengan adanya Koopsusgab ini, pemberantasan terorisme akan semakin mudah. Apalagi, polisi punya keterbatasan wewenang dalam memberantas tindak pidana terorisme yang diatur dalam UU No 15 Tahun 2003
"Kita yakin dengan sinergitas TNI-Polri ini teroris akan bisa dilumpuhkan. Apalagi dengan keterbatasan kewenangan dalam Undang-Undang No 15 tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme, polisi sulit bergeeak karena tidak bisa menindak kelompok yang mengarah ke radikalisme. Misalnya latihan militer dan memiliki kaitan dengan ormas terlarang tidak bisa dilakukan penegakan hukim. Polisi cuma hanya bisa menonton dan mantau, karena tidak ada bukti untuk ditangkap," tuturnya.
Di sisi lain, Polri diminta untuk meningkatkan pengamanan dan kewaspadaan baik terhadap diri sendiri maupun keluarga serta pengamanan kepada masyarakat dan kantor kantor polisi. "Pelaku teror ini diperkirakan masih akan menyasar tempat lain, jadi tetap waspada dan tingkatkan pengamanan," imbuhnya.
Rentetan aksi teror yang terjadi di beberapa tempat, tidak hanya menyasar masyarakat tetapi juga anggota polisi. Menurut Edi, kejadian yang terjadi di beberapa daerah ini bukan karena polisi kecolongan.
"Saya kira kecolongan tidak. Karena memang Polri sudah siaga dan penjagaan sudah ketat di wilayah masing-masing. Kalau kecolongan di Riau, polisi tidak tahu sama sekali. Ini buktinya (pelaku) ditembak mati," katanya.
Menurutnya, ancaman teror bisa terjadi kapan pun dan di mana pun. "Cuma inilah namanya teror tidak tahu kapan terjadi. Di mana terjadi dan terhadap siapa saja sasarannya. Dalam penelitian dan kajian kami teror juga terjadi di seluruh dunia termasuk di negara-negara maju sekalipun ancaman teror tetap ada. Bukan hanya di Indonesia," sambungnya.
Meski tim Densus 88 Antiteror Polri telah memiliki tim survailance, namun kecanggihan teknologi diyakini menyulitkan polisi dalam memantau pergerakan kelompok teror tersebut. "Masalahnya sekarang ini terororis tambah pintar dan sudah tahu menggunakan teknologi. Inilah yang membuat polisi kesulitan saat ini, dulu mudah dipantau lewat komunikasi. Sekarang mereka komunikasi lewat email dan sebagainya," tuturnya
Di sisi lain, Polri diminta untuk meningkatkan pengamanan dan kewaspadaan baik terhadap diri sendiri maupun keluarga serta pengamanan kepada masyarakat dan kantor kantor polisi. "Pelaku teror ini diperkirakan masih akan menyasar tempat lain, jadi tetap waspada dan tingkatkan pengamanan," imbuhnya.
Rentetan aksi teror yang terjadi di beberapa tempat, tidak hanya menyasar masyarakat tetapi juga anggota polisi. Menurut Edi, kejadian yang terjadi di beberapa daerah ini bukan karena polisi kecolongan.
"Saya kira kecolongan tidak. Karena memang Polri sudah siaga dan penjagaan sudah ketat di wilayah masing-masing. Kalau kecolongan di Riau, polisi tidak tahu sama sekali. Ini buktinya (pelaku) ditembak mati," katanya.
Menurutnya, ancaman teror bisa terjadi kapan pun dan di mana pun. "Cuma inilah namanya teror tidak tahu kapan terjadi. Di mana terjadi dan terhadap siapa saja sasarannya. Dalam penelitian dan kajian kami teror juga terjadi di seluruh dunia termasuk di negara-negara maju sekalipun ancaman teror tetap ada. Bukan hanya di Indonesia," sambungnya.
Meski tim Densus 88 Antiteror Polri telah memiliki tim survailance, namun kecanggihan teknologi diyakini menyulitkan polisi dalam memantau pergerakan kelompok teror tersebut. "Masalahnya sekarang ini terororis tambah pintar dan sudah tahu menggunakan teknologi. Inilah yang membuat polisi kesulitan saat ini, dulu mudah dipantau lewat komunikasi. Sekarang mereka komunikasi lewat email dan sebagainya," tuturnya
Sumber : Mei Amelia R - detikNews
0 Komentar